Ahli ibadah yang menyusuri lautan Jumat, Maret 02, 2012

Abdul Wahid bin Zaid menceritakan kepada kami:

“Kami berada dalam sebuah perahu, lalu kami terlempar oleh angin hingga ampai di sebuah pulau. Kami mendapati seorang laki-laki yang menyembah berhala di pulau itu, maka kami berkata kepadanya::

“Kepada siapa kamu menyembah?” Dia menunjuk kepada sebuah berhala.

Kemudian kami berkata:“Sesungguhnya ada benda seperti itu dalam perahu kami. Benda itu bukanlah tuhan yang patut diibadahi.”

Laki-laki itu bertanya, “Lalu kepada siapa kalian beribadah?”

Kami berkata, “Allah.”

Dia berkata, “Siapa Allah itu?”

Kami berkata, “Dzat yang singgasana-Nya ada di langit. Dzat yang kekuasaan-Nya ada di bumi, dan Dzat yang kehidupan dan kematian adalah menjadi ketetapan-Nya.”

“Bagaimana kalian bisa mengetahui dan mengenalnya?”

“Dzat Yang Maha raja ini mengutus seorang Rasul kepada kami, lalu Rasul itu mengabarkan kami akan hal ini.”

“Lalu bagaimana keadaan Rasul itu?”

“Ketika beliau melaksanakan misinya, Allah mencabut nyawanya.”

“Apakah beliau meninggalkan satu tanda untuk kalian?”

“Ya, beliau meninggalkan kitab Yang Maha Menguasai.”

“Tunjukkanlah kitab itu kepadaku. Sudah sepatutnya bila kitab-kitab Yang Maha Menguasai adalah indah dan baik.”

Kami pun menyodorkan mushaf Al-Qur’an kepadanya, lalu dia berkata:

“Aku tidak tahu ini.”

Kemudian kami membacakan satu surat al-Qur’an untuknya. Kami terus membacanya dan dia menangis hingga kami selesai membaca satu surah itu.

Lalu dia berkata:“Tidak seharusnya pemiliki firman ini didurhakai.”

Setelah itu dia menyatakan diri masuk Islam. Lalu kami membawanya dan mengajarkan syariat-syariat Islam dan beberapa surat Al-Qur’an kepadanya.

Ketika malam telah gelap, dan kami usai melaksanakan shalat Isya, kami bersiap-siap di pembaringan kami, lalu laki-lak itu bertanya:

“Wahai kaum, apakah Tuhan yang telah kalian tunjukkan kepadaku ini akan tidur ketika malam telah gelap?”

Kami menjawab, “Tidak, wahai hamba Allah. Dia Maha Agung, terus-menerus mengurus mahluk-Nya. Dia tidak pernah tidur.”

“Seburuk-buruk kaum adalah kalian. Kalian tidur, sedang Tuhan kalian tidak pernah tidur.”

Sungguh ucapannya membuat kami kagum!. Saat kami sampai di Ubadan, aku berkata kepada teman-temanku:

“Laki-laki ini baru mengenal Islam.”

Kami pun mengumpulkan uang, lalu kami berikan uang itu kepadanya.

Laki-laki itu kembali bertanya:“Apa ini?”

“Kamu akan membelanjakan uang itu.”

“Laa ilaaha Illa Allah!

Kalian telah menunjukkan jalan yang telah kalian tempuh kepadaku. Dahulu aku berada di sebuah pulau di tengah-tengah lautan dalam keadaan menyembah berhala. Dia tidak menyia-nyiakan aku sedang aku akan mengenali-Nya.”

Beberapa hari kemudian aku mendengar bahwa dia dalam keadaan menghadapi maut. Maka aku mendatangi dan bertanya kepadanya:

“Apakah ada sesuatu yang bisa aku lakukan untukmu?”

“Semua kebutuhanku telah ditunaikan oleh orang-orang kalian yang datang ke pulauku,” jawabnya.”

Abdul Wahid meneruskan ceritanya:

“Mataku terpejam, aku tertidur di sampingnya. Aku melihat pemakaman kota Ubadan menjadi kebun yang di dalamnya terdapat sebuah kubah. Di dalam kubah itu ada sebuah tempat tidur dan sseorang wanita yang kecantikannya tiada duanya. Dia berkata:

“Demi Allah, aku tidak memohon kepadamu melainkan engkau segerakan dia, sungguh rasa rinduku kepadanya telah membuncah.”

Lalu aku terbangun, aku mendapatinya telah meninggalkan dunia ini. Aku pun memandikan, mengkafani dan menguburkannya.

Ketika malam telah larut, aku tidur dan melihatnya di kubah itu bersama seorang wanita cantik. Dia membaca ayat:

وَالمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

“...sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum" . Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS Ar-Ra’d [13]: 23-24)

.Strawberry

0 comments: